Ilustrasi. Sumber Foto : www.shutterstock.com

Buya Muhammad Elvi Syam Lc. M.A

 

Hadits No. 151

وَعَنْ أَبِي رِبْعِيٍّ حَنْظَلَةَ بْنِ الرَّبِيعِ الْأُسَيْدِيِّ الْكَاتِبِ أَحَدٌ کتَابَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ ايْهِ عَنْهُ فَقَالَ: كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ؟ قُلْتُ: نَافِقٌ حَنْظَلَةَ! قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ مَا تَقُولُ؟! قُلْتُ: نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلِّ اللَّہ عَلْیہ وَسَلَّمَ پذَكَرْنَا بِالْجَنَّةِ وَالنَّارِ كَأَنّا رَأْتِي عَيْنٌ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ عَافَيْنَا الْأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتُ نَسِينَا كَثِيرًا. قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضَّ اللَّعْنَهُ: فَوَاللَّهِ إِنّا لَتَلَقَّى مِثْلَ هَذَا، فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: نَافِقَ حَنْظَلَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((وَمَا ذَاكَ؟)). قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ تَكُونُ عِنْدَكَ تَذَكِّرْنَا بِالثَّارِ وَالْجَنَّةِ كَأَنَّا رَأْيُ الْعَيْنِ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ عَافِسُنَا الْأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ نَسِينَا كَثِيرًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عُلِيبُوسْتُ : ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِي وَفِي الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلَائِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ، وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً)). ثَلَاثَ مَرَّاتٍ (رواه مسلم)

 

  1. Dari Abu Rib’i Hanzhalah bin ar-Rabi al-Usayyidi al-Katib, salah seorang juru tulis Rasulullah, ia menceritakan; Abu Bakar pernah menemuiku, lalu dia bertanya: “Bagaimana keadaanmu, hai Hanzhalah?” Aku menjawab: “Hanzhalah telah melakukan kemunafikan.” Abu Bakar menyahut: “Subhanallah (Mahasuci Allah), apa yang kamu katakan tadi?” Aku pun menjelaskan: “Ketika kami berada bersama Rasulullah, beliau mengingatkan kita tentang Surga dan Neraka seakan-akan kita melihat (keduanya) dengan mata kepala sendiri. Tetapi saat keluar dari hadapan beliau, kita lantas sibuk mengurusi istri dan anak-anak serta berbagai urusan kehidupan (duniawi), sehingga banyak hal yang kita lupa (dari apa yang telah beliau ingatkan).” Kemudian Abu Bakar menanggapi: -Demi Allah, sesungguhnya kami juga mengalami hal serupa.” Selanjutnya aku dan Abu Bakar berangkat (pergi dari tempat itu), hingga kami masuk ke tempat Rasulullah, dan aku mengeluhkan: “Hanzhalah telah melakukan kemunafikan, wahai Rasulullah.” Lantas, Rasulullah bertanya: “Apakah maksud perkataanmu?” Kemudian, aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saat kami berada bersamamu, engkau mengingatkan kami tentang Surga dan Neraka seakan-akan kami melihat (keduanya) dengan mata kepala sendiri. Akan tetapi tatkala keluar dari hadapanmu, kami lalu sibuk mengurusi istri dan anak-anak serta berbagai urusan kehidupan (duniawi), sehingga banyak hal yang kami lupa (dari apa yang telah engkau ingatkan). “Maka Nabi bersabda: “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, andaikata kalian tetap seperti keadaan kalian di hadapanku dan selalu ingat (kepada-Nya), niscaya para Malaikat pun akan menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi, hai Hanzhalah, (tabiat manusia adalah) sesaat (begini) dan sesaat (begitu).” Beliau mengucapkannya tiga kali. (HR. Muslim)

“Hadist terkadang juga berkaitan dengan fenomena bermajilis ilmu, ketika kita berada di majilis ‘ilmu kita seakan-akan khusyu’ dan mengingat akhirat akan tetapi setelah keluar dari majelis ilmu, kita seakan-akan lupa dengan apa yang telah disampaikan ketika di majelis ilmu.”

 

Kandungan Hadits

Dulu Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu Menanyakan kepada Huzaifah ibnul yaman radhiallahu apakah ada nama beliau didalam list orang-orang munafik.?! Ini menunjukkan kepada kita semua bagaimana para sahabat radhiallahu ‘anhum mereka sangat takut dan khawatir dengan kemunafikan.

  1. Dianjurkan menanyakan keadaan saudara kita. Didalam hadist disebutkan bagaimana abu bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu ketika berjumpa dengan handzholah radhiallahu ‘anhu beliau menanyakan kabar beliau.
  2. Selayaknya bagi setiap hamba mengawasi, mengintrospeksi, dan memperhatikan keadaan dirinya sendiri.
  3. Boleh “Subhanallah” ketika kaget terhadap sesuatu. Sebagai mana dalam hadist yaitu ketika Abu Bakar radhiallahu’anhu terkejut dan seraya mengucapkan Subhanallah.
  4. Diperintahkan kepada seorang ‘alim (yang berilmu pengetahuan agama) untuk melembutkan hati para sahabatnya dan mengingatkan mereka akan hal-hal yang dapat menyucikan diri.
  5. Sepatutnya seorang ‘alim bersikap bijak dalam menangani dan mencari solusi bagi segala urusan (baik bersifat duniawi maupun bersifat ukhrawi). Sebagaimana dalam hadist Rasullulah Shallallahu alaihi wasallam menangani handzalah dengan bijak.
  6. Dunia dapat melalaikan seorang hamba dari kehidupan akhirat. Jika seseorang sudah terperangkap oleh kelezatan dan kenikmatannya, niscaya dia akan lupa terhadap akhirat; sedangkan bagi orang yang menyadari kekhilafan dirinya, maka dia akan selamat. Hati manusia selalu berubah-ubah, dari satu keadaan kepada keadaan yang lain.
  7. Manusia tidak akan bisa melihat para Malaikat-Nya dalam bentuk aslinya di dunia. Maka kalau ada seorang yang mengatakan bahwasanya ia telah melihat wujud asli malaikat seperti yang telah dijelaskan didalam hadist maka bisa dipastikan bahwasanya ia telah berdusta. Karena mustahil bagi manusia biasa untuk bisa melihat wujud asli malaikat. Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam hanya beberapa kali telah melihat malaikat dalam wujud aslinya.
  8. Selalu berdzikir dan merasa dalam pengawasan Allah, serta tidak pernah lelah dan berputus asa dalam mengingat-Nya, merupakan keistimewaan yang dimiliki para Malaikat.
  9. Orang yang berakal harus bisa membagi-bagi waktu aktivitasnya: waktu bermunajat kepada Rabbnya, waktu berintrospeksi diri, waktu memikirkan berbagai ciptaan-Nya, dan waktu mencari makan dan minum.
  10. Islam itu adalah agama fitrah, sederhana, dan penuh keseimbangan. Juga agama yang menggabungkan di antara kepentingan dunia dan akhirat, serta menyatukan antara tuntutan roh dan jasad.

 

Hadits No. 152

152 – وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَ: بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ، فَسَأَلَ عَنْهُ فَقَالُوا: أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ فِي الشَّمْسِ وَلَا يَقْعُدَ، وَلَا يَسْتَظِلَّ وَلَا يَتَكَلَّمُ، وَيَصُومُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مُرُوهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ.(رواه البخاري)

 

  1. Dari Ibnu Abbas, ia menceritakan; Pada waktu Nabi sedang berkhutbah, terlihat seorang laki-laki yang tengah berdiri. Lalu beliau menanyakan perihal orang tersebut. Para Sahabat pun memberitahukan: “Dia (laki-laki itu adalah) Abu Isra-il; yang bernadzar untuk berdiri di bawah terik matahari dan tidak duduk, tidak berteduh, dan tidak pula berbicara, sedangkan ia keadaan berpuasa.” Maka Nabi berseru: “Suruhlah dia agar berbicara, berteduh, duduk, dan menyempurnakan (meneruskan) puasanya.” (HR. Al-Bukhari)

Disini Nabi shallallahu alaihi wasallam sedang berkhutbah disebutkan bahwasanya beliau shallallahu alaihi wasallam sedang berkhutbah ketika haji wada'(perpisahan).

 

Kandungan Hadits

  1. Dalam syariat Islam, nadzar untuk tidak berbicara tidak termasuk bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah. Maka didalam hadist Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan tuk berbicara, berteduh,dan duduk karena hal tersebut bukan didalam ketaatan kepada Allah.
  2. Allah tidak akan menerima suatu amalan yang tidak disyariatkan, tidak diizinkan, dan tidak dijadikan-Nya sebagai jalan bagi hamba untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
  3. Segala sesuatu yang bisa menyakiti diri sendiri dan tidak disyariatkan baik oleh al-Qur-an maupun as-Sunnah, ia tidak sepatutnya dijadikan amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.seperti orang syi’ah arraafidhah di negri Iran, ketika diawal bulan muharram mereka menyakiti diri mereka sendiri didalam rangka tuk mendekatkan diri. karena mereka sedih dan meratapi dengan apa yang telah tterjadi. Maka ini jelas tidak pernah disyariatkan baik dari Alquran dan As Sunnah.
  4. Tidak ada ketaatan di dalam nadzar untuk kemaksiatan. Siapa saja yang bernadzar melakukan kemaksiatan tidak perlu memenuhinya. Oleh karena itulah, Rasulullah memerintahkan Abu Isra-il untuk berbicara dan berteduh.
  5. Nadzar dalam bentuk ketaatan kepada Allah harus dipenuhi dan tidak boleh dikurangi. Maka itu, Rasulullah tetap memerintahkan Abu Isra-il untuk menyempurnakan puasanya.
  6. Hendaklah seseorang menanyakan sesuatu yang dianggap aneh atau janggal sebelum mengingkarinya.
  7. Keharusan mengubah kemungkaran dengan tangan (kekuatan) jika mampu melakukannya; sedangkan jika tidak mampu, maka diubah dengan lisan (perkataan).
  8. Boleh mewakilkan seseorang untuk menyampaikan suatu jawaban, perintah, ataupun larangan yang dikemukakan orang lain. Di sini, Rasulullah memerintahkan para Sahabat agar menyampaikan kepada Abu Isra-il ihwal perintah beliau.

hadist ini mengisyaratkan bahwa hendak seorang melakukan ketaatan kepada Allah dengan moderat tidak berlebihan dan tidak juga mengurangi/ meremehkan nya.

 

Tanya jawab :

Pertanyaan  suami saya bekerja disuatu perusahaan yang didalam nya ada koperasi nya. Dan di koperasi tersebut ada sistem pinjam dan meminjam dengan bunga nya 1% maka bagaimana hukumnya ust.

Jawaban Ust hafizhohullahu ta’la : bahwasanya riba itu bukan hanya dilembaga saja akan tetapi juga mencakup indvidunya. Karena setiap tambahan didalam pinjam meminjam sedikit banyaknya maka itu adalah Riba.

 

Pertanyaan : Assalamualaikum ustadz ingin bertanya Merindukan ganjaran nikmat surga atau takut siksa nikah dapat menghapus keikhlasan dalam beramal ibadah?

Jawaban Ust Hafizhohullahu ta’la : Tidak akan menghapus karena itu merupakan motivasi kita untuk ikhlas kepada Allah. Karena seorang ketika ia beribadah kepada Allah dengan mengharapkan balasan dari Allah tanpa mengharapkan hal-hal yang lainnya. Allah menjanjikan balasan bagi hamba yang melakukan ketaatan kepada Allah dengan ikhlas berupa masuk ke dalam surga.

 

Pertanyaan : disini disebutkan bahwasanya handzalah sebagai juru tulis apa yang dimaksud dengan juru tulis disini Ust.?!

Jawaban Ust Hafizhohullahu ta’la : juru tulis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam disini adalah juru tulis wahyu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

 

Ditulis : Rahmat Ridho S.Ag

By Habib

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *